
BALIKPAPAN, CAHAYAKALTIM.COM- Berharap mendapatkan keuntungan malah harus berurusan dengan hukum. Itulah yang dialami seorang pengusaha asal Balikpapan, Kalimantan Timur Julkiply pemilik PT Anugrah Tehnik Abadi (ATA), usai membeli pasir batu (Sirtu) dari Morowali Utara, Sulawesi Tengah.
Pasalnya, material yang dibeli melalui CV Salwa Resky senilai Rp. 1.000.800.000, yang diangkut menggunakan kapal Tug Boat Ves Fair 12 dan Tongkang Robby 212 milik PT Bumi Bakti Mannafsaud dengan Direktur Agung S tersebut, saat perjalanan dijual ke PT Borneo Prima Material (BPM) di Samarinda.
Peristiwa singkat tersebut, sudah dilaporkan Julkiply di Polda Kaltim. Namun, kendati pemilik kapal Agung S kini sedang dalam proses persidangan kasus pidana penggelapan di Pengadilan Negeri Samarinda dengan nomor perkara 583/Pid.B/2025/PN.Smr, pihak korban belum puas.
Ketidakpuasan korban, ketika pembeli materialnya itu yakni PT BPM berinisial HP alias Aping, belum jelas statusnya sebagai penadah dikasus penggelapan ini.
“Sebelumnya atau 1 Juli 2025, Polda Kaltim menerbitkan 2 surat sekaligus yakni B/70.a/VII/RES.1.24./2025/Ditreskrimum tentang pemberitahuan penetapan tersangka dan nomor S.Tap/70/VII/RES.1.24./2025/Ditreskrimum tentang penetapan tersangka terhadap Aping,” kata Julkiply kepada awak media, di Balikpapan, Rabu (3/9/2025).
Awalnya Julkiply lega dengan terbitnya surat tersebut bahkan beberapa hari kemudian, Aping menemuinya untuk bernegosiasi dan bersedia membayar ganti rugi.
Akan tetapi, lanjut Julkiply, pada 21 Agustus lalu, Direskrimum Polda Kaltim membuat surat yang di tujukan ke Kejaksaan Tinggi Kaltim bernomor, B/70.c/VIII/RES.1.24./2025/Ditreskrimum tentang Surat Pemberitahuan Pencabutan Penetapan Tersangka terhadap Aping.
“Saya kecewa dan menyayangkan informasi ini. Karena jelas-jelas ada pengakuan dan barang kami adanya (PT BPM). Bahkan ada janji lisan dari mereka untuk membayar ganti rugi, tapi muncul surat pencabutan status tersangka,” ujar kesal Julkiply.
“Pada dasarnya saya meyakini kinerja yang profesional dan transparansi penyidik Polda Kaltim dalam kasus ini. Namun keyakinan itu bisa berubah sebaliknya bila benar-benar muncul surat pemberhentian penyelidikan. Tapi say yakin proses ini bisa berjalan semestinya untuk keadilan,” tambah Julkiply.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yulianto, saat ditemui awak media di ruang kerjanya mengungkapkan, kasus penggelapan ini, sejatinya masih dalam proses penyelidkan tim penyidik di Ditreskrimum.
“Kasusnya masih ditangani dengan proslfesional. Soal surat pencabutan status tersangka, itu belum keputusan akhir. Itu hal wajar dalam proses penyelidikan. Dan bisa jadi akan kembali sitetapkan sebagai tersangka,” kata Yulianto.
Yulianto melanjutkan, bila sejak diterbitkannya surat oencabutan status tersangka belum ada tambahan bukti untuk mengembalikan seseorang terduga sebagai tersangka, maka akan muncul Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3) maka pelapor atau seseorang yang merasa dirugikan atau keberatan bisa mengajukan Praperadilan.

“Kalau sudah ada SP3, korban bisa mengajukan Praperadilan. Akan tetapi, selama masih dalam tahap ini, belum ada temuan yudisial yang mengajukan Praperadilan. Tapi, sebaiknya pelapor, untuk proaktif berkomunikasi dengan penyidik. Dan kami sangat terbuka untuk itu,” tutup Yulianto.
Kasus pengelapan yang diduga dilakukan Direktur PT BBM Agung S, terjadi sekitar bulan Desember 2023 dan dilaporkan di Polda Kaltim pada bulan September 2024.
Dimana PT BBM dengan sengaja menjual barang milik Julkiply berupa Sirtu dengan volume 2.950 M3 kepada Dieektur PT BPM Aping di Samarinda.
Atas kejadian tersebut, Julkiply menuding Direktur PT BBM Agung dengan kasus dugaan penggelapan dan Direktur PT BPM HP alias Aping sebagai penadah.
Dimana akibat perbuatan melawan hukum tersebut, Julkiply mengalami kerugian mencapai Rp 2.000.000.000.